Entri Populer

Minggu, 15 Mei 2011

LAPORAN PERHITUNGAN SEL DARAH (LAPORAN CYPRINUS)

Hitung Darah Lengkap (HDL)
Tes laboratorium yang paling umum adalah hitung darah lengkap (HDL) atau complete blood count (CBC). Tes ini, yang juga sering disebut sebagai ‘hematologi’, memeriksa jenis sel dalam darah, termasuk sel darah merah, sel darah putih dan trombosit (platelet). Hasil tes menyebutkan jumlahnya dalam darah (misalnya jumlah sel per milimeter kubik) atau persentasenya. Tes laboratorium lain dibahas pada Lembaran Informasi (LI) 122 dan 123.
Semua sel darah dibuat di sumsum tulang. Beberapa obat dan penyakit dapat merusak sumsum tulang sehingga menyebabkan berkurangnya jumlah sel darah merah dan putih.
Setiap laboratorium mempunyai ‘nilai rujukan’ untuk semua hasil tes. Biasanya, tes laboratorium akan memperlihatkan hasil tes yang berada di luar nilai normal. Untuk informasi lebih lanjut mengenai hasil tes laboratorium, lihat LI 120.
Laporan hasil sering sulit ditafsirkan. Beberapa angka dilaporkan dengan satuan ‘x10.e3’ atau ‘x103’. Ini berarti jumlah yang dicatat harus dikalikan 1.000. Contohnya, bila hasil adalah 8,77 dengan satuan ‘x10.e3’, jumlah sebenarnya adalah 8.770.
Tes Sel Darah Merah
Sel darah merah, yang juga disebut sebagai eritrosit, bertugas mengangkut oksigen dari paru ke seluruh tubuh. Fungsi ini dapat diukur melalui tiga macam tes. Hitung Sel Darah Merah (red blood cell count/RBC) yang menghitung jumlah total sel darah merah; hemoglobin (Hb) yaitu protein dalam sel darah merah yang bertugas mengangkut oksigen dari paru ke bagian tubuh lain; dan hematokrit (Ht atau HCT) yang mengukur persentase sel darah merah dalam seluruh volume darah.
Orang yang tinggal di dataran tinggi umumnya mempunyai lebih banyak sel darah merah. Ini merupakan upaya tubuh mengatasi kekurangan oksigen.
Eritrosit, Hb dan Ht yang sangat rendah menunjukkan adanya anemia, yaitu sel tidak mendapat cukup oksigen untuk berfungsi secara normal. Jika kita anemia, kita sering merasa lelah dan terlihat pucat. Tentang kelelahan, lihat LI 551 dan anemia, LI 552.
Volume Eritrosit Rata-Rata (VER) atau mean corpuscular volume (MCV) mengukur besar rata-rata sel darah merah. VER yang kecil berarti ukuran sel darah merahnya lebih kecil dari ukuran normal. Biasanya hal ini disebabkan oleh kekurangan zat besi atau penyakit kronis. VER yang besar dapat disebabkan oleh obat antiretroviral (ARV), terutama AZT dan d4T. Keadaan ini tidak berbahaya. Namun VER yang besar dapat menunjukkan adanya anemia megaloblastik, dengan sel darah merahnya besar dan berwarna muda. Biasanya hal ini disebabkan oleh kekurangan asam folat.
Sementara VER mengukur ukuran rata-rata sel darah merah, Red Blood Cell Distribution Width (RDW) mengukur kisaran ukuran sel darah merah. Hasil tes ini dapat membantu mendiagnosis jenis anemia dan kekurangan beberapa vitamin.
Hemoglobin Eritrosit Rata-Rata (HER) atau mean corpuscular hemoglobin (MCH) dan Konsentrasi Hemoglobin Eritrosit Rata-Rata (KHER) atau mean corpuscular hemoglobin concentration (MCHC atau CHCM) masing-masing mengukur jumlah dan kepekatan hemoglobin. HER dihitung dengan membagi hemoglobin total dengan jumlah sel darah merah total.
Trombosit atau platelet berfungsi membantu menghentikan perdarahan dengan membentuk gumpalan dan keropeng. Jika trombosit kita kurang, kita mudah mengalami perdarahan atau memar. Orang terinfeksi HIV kadang trombositnya rendah (disebut trombositopenia). Obat antiretroviral (ARV) dapat mengatasi keadaan ini. Jumlah trombosit hampir tidak pernah menjadi begitu tinggi sehingga mempengaruhi kesehatan.
Tes Sel Darah Putih
Sel darah putih (disebut juga leukosit) membantu melawan infeksi dalam tubuh kita.
Hitung Sel Darah Putih (white blood cell count/WBC) adalah jumlah total sel darah putih atau leukosit. Leukosit tinggi (hitung sel darah putih yang tinggi) umumnya berarti tubuh kita sedang melawan infeksi. Leukosit rendah artinya ada masalah dengan sumsum tulang. Leukosit rendah disebut leukopenia atau sitopenia mempengaruhi kemampuan tubuh untuk melawan infeksi.
Hitung Jenis (differential) menghitung lima jenis sel darah putih: neutrofil, limfosit, monosit, eosinofil dan basofil. Hasil masing-masing dilaporkan sebagai persentase jumlah leukosit.
Neutrofil berfungsi melawan infeksi bakteri. Biasa jumlahnya 55-70% jumlah leukosit. Jika neutrofil kita rendah (disebut neutropenia), kita lebih mudah terkena infeksi bakteri. Penyakit HIV lanjut, beberapa jenis yang dipakai oleh Odha (misalnya gansiklovir untuk mengatasi virus sitomegalo, lihat LI 501) dan AZT (semacam ARV; lihat LI 411) dapat menyebabkan neutropenia.
Ada dua jenis utama limfosit: sel-T yang menyerang dan membunuh kuman, serta membantu mengatur sistem kekebalan tubuh; dan sel-B yang membuat antibodi, protein khusus yang menyerang kuman. Jumlah limfosit umumnya 20-40% leukosit. Salah satu jenis sel-T adalah sel CD4, yang tertular dan dibunuh oleh HIV (lihat LI 124). Hitung darah lengkap tidak termasuk tes CD4. Tes CD4 ini harus diminta sebagai tambahan. Hasil hitung darah lengkap tetap dibutuhkan untuk menghitung jumlah CD4, sehingga dua tes ini umumnya dilakukan sekaligus.
Monosit atau makrofag mencakup 2-8% leukosit. Sel ini melawan infeksi dengan ‘memakan’ kuman dan memberi tahu sistem kekebalan tubuh mengenai kuman apa yang ditemukan. Monosit beredar dalam darah. Monosit yang berada di berbagai jaringan tubuh disebut makrofag. Jumlah monosit yang tinggi menunjukkan adanya infeksi bakteri.
Eosinofil biasanya 1-3% leukosit. Sel ini terlibat dengan alergi dan tanggapan terhadap parasit. Kadang kala penyakit HIV dapat menyebabkan jumlah eosinofil yang tinggi. Jumlah yang tinggi, terutama jika kita diare, kentut, atau perut kembung, mungkin menandai keberadaan parasit.
Fungsi basofil tidak jelas dipahami, namun sel ini terlibat dalam reaksi alergi jangka panjang, misalnya asma atau alergi kulit. Sel ini jumlahnya kurang dari 1% leukosit.
Persentase limfosit mengukur lima jenis sel darah putih: neutrofil, limfosit, monosit, eosinofil dan basofil, dalam bentuk persentase leukosit. Untuk memperoleh limfosit total, nilai ini dikalikan dengan leukosit. Misalnya, bila limfosit 30,2% dan leukosit 8.770, limfosit totalnya adalah 0,302 x 8.770 = 2.648.
Laju Endap Darah (LED) atau Sed Rate mengukur kecepatan sel darah merah mengendap dalam tabung darah. LED yang tinggi menunjukkan adanya radang. Namun LED tidak menunjukkan apakah itu radang jangka lama, misalnya artritis, atau disebabkan oleh tubuh yang terserang infeksi.
Diperbarui 1 Februari 2010 berdasarkan FS 121 The AIDS Infonet 30 Mei 2009 (http://spiritia.or.id/li/bacali.php?lino=121)
Hitung Darah lengkap
Diposkan oleh Wulan & Arie at Selasa, 16 Februari 2010
Pemeriksaan darah yang paling sering dilakukan adalah hitung jenis sel darah lengkap (CBC, complete blood cell count), yang merupakan penilaian dasar dari komponen sel darah. Sebuah mesin otomatis melakukan pemeriksaan ini dalam waktu kurang dari 1 menit terhadap setetes darah.
Selain untuk menentukan jumlah sel darah dan trombosit, persentase dari setiap jenis sel darah putih dan kandungan hemoglobin; hitung jenis sel darah biasanya menilai ukuran dan bentuk dari sel darah merah. Sel darah merah yang abnormal bisa pecah atau berbentuk seperti tetesan air mata, bulan sabit atau jarum.
Dengan mengetahui bentuk atau ukuran yang abnormal dari sel darah merah, bisa membantu mendiagnosis suatu penyakit. Sebagai contoh sel berbentuk bulan sabit adalah khas untuk penyakit sel sabit, sel darah merah yang kecil dapat merupakan pertanda dari stadium awal kekurangan zat besi dan sel darah merah berbentuk oval besar menunjukkan kekurangan asam folat atau vitamin B12 (anemia pernisiosa).
Pemeriksaan lainnya memberikan keterangan tambahan tentang sel darah. Hitung retikulosit adalah jumlah sel darah merah muda (retikulosit) dalam volume darah tertentu. Dalam keadaan normal, retikulosit mencapai jumlah sekitar 1% dari jumlah total sel darah merah.
Jika tubuh memerlukan lebih banyak darah merah (seperti yang terjadi pada anemia), secara normal sumsum tulang akan memberikan jawaban dengan membentuk lebih banyak retikulosit. Karena itu penghitungan retikulosit merupakan penilaian terhadap fungsi sumsum tulang.
Pemeriksaan yang menentukan kerapuhan dan karakteristik selaput sel darah merah, membantu dalam menilai penyebab anemia.
Sel darah putih dapat dihitung sebagai suatu kelompok (hitung sel darah putih). Jika diperlukan keterangan yang lebih terperinci, bisa dilakukan penghitungan jenis-jenis tertentu dari sel darah putih (differential white blood cell count).
Trombosit juga dapat dihitung secara terpisah.
Platelet juga dapat dihitung secara terpisah.
Salah satu pemeriksaan yang paling sering dilakukan pada plasma adalah analisis elektrolit. Dilakukan pengukuran terhadap natrium, klorida, kalium dan bikarbonat, juga kalsium, magnesium dan fosfat.
Pemeriksaan lainnya mengukur jumlah protein (biasanya albumin), gula (glukosa) dan bahan limbah racun yang secara normal disaring oleh ginjal (kretinin dan urea-nitrogen darah).
Sebagian besar pemeriksaan darah lainya membantu memantau fungsi organ lainnya. Karena darah membawa sekian banyak bahan yang penting untuk fungsi tubuh, pemeriksaan darah bisa digunakan untuk mengetahui apa yang terjadi di dalam tubuh. Selain itu, pemeriksaan darah relatif mudah dilakukan. Misalnya fungsi tiroid bisa dinilai secara lebih mudah dengan mengukur kadar hormon tiroid dalam darah dibandingkan dengan secara langsung mengambil contoh tiroid. Demikian juga halnya dengan pengukuran enzim-enzim hati dan protein dalam darah lebih mudah dilakukan dibandingkan dengan mengambil contoh hati. Hitung jenis sel darah lengkap.
Pemeriksan Yang diukur Harga normal Hemoglobin Jumlah protein pengangkut oksigen
dalam sel darah merah Pria:14-16 gram/dL
Wanita:12,5-15 gram/dL
Hematokrit Perbandingan sel darah merah terhadap
volume darah total Pria:42-50%
Wanita:38-47%
Volume korpuskuler rata-rata Perkiraan volume sel darah merah 86-98 mikrometer³
Hitung sel darah putih Jumlah sel darah putih dalam volume
darah tertentu 4.500-10.500/mikroL
Hitung sel darah putih diferensiasi Persentase jenis sel darah putih
tertentu Neutrofil bersegmen:34-75%
Neutrofil pita:0-8%
Limfosit:12-50%
Monosit:15%
Eosinofil:0-5%
Basofil:0-3%
Hitung trombosit Jumlah trombosit dalam volume
darah tertentu 140.000-450.000/mikroL ( http://yangperluandaketahui.blogspot.com/2010/02/hitung-darah-lengkap.html)
i
Hemositometer
Hemositometer atauhaemocytometer adalah perangkat awalnya dirancang untuk penghitungan sel darah. Sekarang juga digunakan untuk menghitung jenis sel serta partikel mikroskopis lainnya. Hemositometer ini ditemukan olehL oui s- Charl es Malassez dan terdiri dari sebuah slide mikroskop kaca tebal dengan lekukan persegi panjang yang menciptakan sebuah kamar. Ruangan ini adalah diukir dengan laser- grid tergores garis tegak lurus. Perangkat ini dibuat dengan hati-hati sehingga daerah yang dibatasi oleh garis diketahui, dan kedalaman ruang ini juga dikenal. Oleh karena
itu mungkin untuk menghitung jumlah sel atau partikel dalam suatu volume tertentu cairan, dan dengan demikian menghitung konsentrasi sel dalam cairan secara 1keseluruhan. Gbr 1. Hemositometer Hemositometer terdiri dari beberapa, besar, 1 x 1 mm (1 mm2) kuadrat. Ini dibagi dalam 3 cara; 0,25 x 0,25 mm (0,0625 mm2), 0,25 x 0,20 mm (0,05 mm2) dan 0,20 x 0,20 mm (0,04 mm2). Pusat, 0,20 x 0,20 mm ditandai, 1 x 1 mm persegi yang
emudian dibagi lagi menjadi 0,05 x 0,05 mm (0,0025 mm2) kuadrat. Tepi-tepi mengangkat dari hemositometer yang terus coverslip 0,1 mm dari grid ditandai. Hal ini memberikan setiap persegi volume yang ditetapkan. Tabel 1 . Dimensi Hemositometer
Dimensions
Area
Volume at 0.1 mm
depth
1 x 1 mm
1 mm2
100 nl
0.25 x 0.25 mm
0.0625 mm2
6.25 nl
0.25 x 0.20 mm
0.05 mm2
5 nl
0.20 x 0.20 mm
0.04 mm2
4 nl
0.05 x 0.05 mm
0.0025 mm2
0.25 nl
Struktur sel-ukuran yang akan dihitung adalah yang terletak antara tengah tiga baris di atas dan kanan alun-alun dan dari tiga baris di bagian bawah dan kiri alun- alun. Dalam hemositometer Neubauer diperbaiki (umum media), jumlah sel per ml dapat ditemukan hanya dengan mengalikan jumlah sel ditemukan di grid hemositometer (daerah sama dengan kotak merah pada gambar di bawah) dengan 104 (10000)
Grid Hemositometer :
Merah
: 1 mm2, 100 nl
Hijau
: 0,0625 mm2, 6,25 nl
kuning
: 0,04 mm2, 4 nl
biru
: 0,0025 mm2, 0,25 nl
kedalaman
: 0,1 mm.
Ketika sebuah sampel cair yang mengandung sel amobil ditempatkan pada ruangan, itu ditutup dengan kaca penutup, dan kapiler sepenuhnya mengisi ruang dengan sampel. Melihat kamar melalui mikroskop, jumlah sel dalam ruang dapat ditentukan dengan menghitung. Berbagai jenis sel dapat dihitung secara terpisah selama mereka bisa dibedakan secara visual. Jumlah sel di dalam ruang yang digunakan untuk menghitung konsentrasi atau kepadatan sel dalam campuran dari mana sampel diambil: itu adalah jumlah sel di dalam ruang dibagi dengan volume ruang itu (volume ruang yang diketahui dari mulai), memperhitungkan setiap pengenceran dan menghitung pintas : konsentrasi sel dalam campuran asli. Gambar 3. Penggunaan Hemositometer Hemocytometers sering digunakan untuk menghitung sel-sel darah, organel dalam sel, sel-sel darah dalam cairan tulang punggung ke otak setelah melakukan tusukan lumbal, atau jenis sel lain di suspensi. Menggunakan hemositometer untuk menghitung hasil bakteri dalam ‘jumlah total’ karena sulit untuk membedakan antara organisme hidup dan mati kecuali Trypan biru digunakan untuk noda sel non-layak.
Rujukan : Gandasoebrata R. Penuntun Laboratorium Klinik. 2004.
Sel darah merah eritrosit membawa hemoglobin di dalam sirkulasi. Ia merupakan cakram bikonkaf yang dibentuk dalam sumsum tulang. Pada mamalia, ia kehilangan intinya sebelum memasuki sirkulasi. Pada manusia, ia bertahan hidup di dalam sirkulasi rata-rata 120 hari. Tiap eritrosit manusia berdiameter 7,5 µm dan tebal 2 µm, serta masing-masing mengandung 29 pikogram hemoglobin. Sehingga ada sekitar 3.000 eritrosit dan sekitar 900 gram hemoglobin dalam darah bersirkulasi pada pria dewasa.
Eritrosit dapat dihitung jumlahnya dengan cara pengenceran menggunakan larutan Hayem yang mempunyai komposisi terdiri dari 5 gr Na-sulfat, 1 gr NaCl, 0,5 gr HgCl2 dan aquadest ad 100 ml. Kemudian dimasukkan ke dalam kamar hitung dan dihitung banyaknya eritrosit.
Setelah dihitung ternyata jumlah eritrosit dalam darah yaitu 6.580.000 per µl. Jumlah normal eritrosit pada pria yaitu 5,4 juta /µl dan pada wanita 4,8 juta /µl. jadi, eritrosit yang didapat praktikum melebihi jumlah normal, mungkin karena pengenceran yang dilakukan tidak merata.
Eritrosit dapat juga lisis oleh obat dan infeksi. Kerentanan eritrosit terhadap hemolisis oleh zat ini ditingkatkan oleh defisiensi enzim glukosa 6-fosfat dehidrogenasi, yang mengkatalisis tahap awal dalam oksidasi glukosa melalui lintasan heksosamonofosfat. Lintasan ini membentuk NADPH, yang diperlukan untuk memelihara kerapuhan eritrosit yang normal.
Dalam perhitungan eritrosit yang perlu diperhatikan adalah :
1. Faktor pengenceran
Jika jumlah sel banyak maka pengenceran ditingkatkan dan jika jumlah sel sedikit maka pengenceran tidak berlebih, hal ini bertujuan agar perhitungan dapat dilakukan dengan tepat. Pada penderita anemia hemolitik atau autoimun, hendaknya menggunakan larutan pengencer Na sitrat 0,109 M tanpa formalin karena larutan formalin akan memfiksasi eritrosit yang teraglutinasi.
2. Melakukan koreksi terhadap hitung leuosit, karena eritrosit berinti tidak hancur oleh larutan Turk karenanya terhitung sebagai leukosit.
3. Analisis Kuantitatif Darah
A. Penetapan Kadar Gula Darah (O-Toluidin)
Sediakan 4 tabung pemusing. Masukkan ke dalam tabung :
1. Tabung 1 : 0,2 ml darah/serum
2. Tabung 2 : 0,2 ml darah/serum
3. Tabung 3 : 0,3 ml larutan standar
4. Tabung 4 : 0,2 ml air suling
Tambahkan pada masing-masing tabung 2,0 TCA. Pusingkan tabung 1 dan 2 selama 5 menit. Ambil dari masing-masing tabung (1 dan 2 cairan bebas protein, 3 campuran standar, 4 blanko) 1,0 ml larutan dan campur di dalam tabung kolorimetri dengan 4,0 ml larutan o-toluidin. Panaskan tabung-tabung tersebut pada penangas air mendidih selama 8 menit. Dinginkan segera di bawah keran. Setelah kira-kira 20 menit, lakukan pembacaan dengan kolorimetri fotoelektrik pada panjang gelombang 625 nm.
Perhitungan:
Kadar glukosa = Ru x 0,1 x 100
Rs 0,1
Pengamatan :
Tabung I : 0,110
Tabung II : 0,116
Tabung III (Standar) : 0,056
Kadar Glukosa = Uji x 0,1 x 100
Standar 0,1
Kadar Glukosa I = 0,110 x 0,1 x 100 = 196,43 %
0,056 0,1
Kadar Glukosa II = 0,116 x 0,1 x 100 = 207,14 %
0,056 0,1
Pembahasan :
Asam Trikloroasetat mengendapkan protein sehingga filtrat hanya mengandung glukosa. Glukosa berkonjugasi dengan o-toluidin dalam asetat panas membentuk senyawa berwarna biru-hijau. Dengan cara ini dapat ditetapkan kadar glukosa yang lebih tepat dari suatu larutan. Galaktosa juga akan memberi reaksi yang sama dan dapat mengganggu pemeriksaan. Satu hal yang penting ialah bahwa reaksi harus dilakukan dengan alat-alat yang kering dan bersih.
Penetapan kadar gula dalam darah merupakan salah satu pemeriksaan yang sering dilakukan terhadap darah, plasma, atau serum. Cara penetapannya dapat secara makroataupun mikro. Pada percobaan kali ini kadar glukosa ditetapkan dengan kolorimetri fotoelektrik berdasarkan sifat mereduksi glukosa.
Prinsip penetapan kadar gula darah ini berdasarkan pengendapan protein darah dengan asam trikloroasetat yang ada pada saat dipusingkan terluhat baguan yang mengendap (protein darah) dan cairan yang ada di atas mengandung gula yang akan diperiksa dengan menambahkan o-toluidin dalam asam asetat glasial, lalu dipanaskan. Saat dipanaskan, gula akan berkonjugasi dengan o-toluidin dalam asetat panas dengan memberikan waran biru hijau. Kemudian kadar gulanya ditetapkan dengan kolorimetri fotoelektrik pada panjang gelombang 625 nm.
Dari percobaan didapat kadar glukosa adalah 83,74 dan 95,48, sedangkan kadar normal adalah 80 – 100. Hal ini berarti kadar gula praktikan normal.
VI. KESIMPULAN
Dari hasil percobaan dapat disimpulkan bahwa :
1. Kadar hemoglobin dalam darah yaitu 10,4 gr /100 ml darah.
2. Jumlah leukosit yaitu 7.150/µl darah.
3. Jumlah eritrosit yaitu 6,58 juta/µl darah.
4. Kadar gula darah : pada tabung I sebesar 196,43 mg % dan pada tabung II sebesar 207,14 mg %.
VII. DAFTAR PUSTAKA
__________1999. Penuntun Praktikum Biokimia, Laboratorium Biokimia, Jurusan Farmasi, FMIPA UI, Depok.
Murray, Robert K., dkk. 1995. Biokimia Harper edisi 25. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Guyton, Arthur C. 1995. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 7. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Syaifuddin B. Ac. 1992. Anatomi Fisiologi untuk siswa perawat. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Darah merupakan jaringan pengikat yang terdiri atas cairan, yang memiliki korpuskula yang tersuspensi dalam plasma. Plasma darah adalah adalah cairan yang komplek yang berada dalam keadaan keseimbangan dinamik dengan cairan tubuh lain. Plasma terdiri atas 90% air, 7-8% protein yang dapat larut, 1% elektrolit, dan sisanya 1-2% berbagai zat yang lain (Villee et al, 1988). Hewan vertebrata memiliki komposisi darah yang hampir sama. Darah terdiri dari cairan plasma kurang lebih 55% dan komponen seluler (sel darah) yang berada dalam plasma kurang lebih 45%. Sel-sel darah terdiri atas eritrosit (sel darah merah), leukosit (sel darah putih), dan trombosit (Yuwono, 2001).
Metode pengukuran eritrosit, leukosit, dan kadar Hb. Cara menghitung eritrosit, dan leukosit sama kecuali larutan yang digunakan. Untuk pengukuran eritrosit digunakan larutan Hayem, untuk pengenceran eritrosit. Sedangkan untuk mengencerkan leukosit dengan menggunakan larutan Turk. Sebelum darah digunakan untuk percobaan, darah ditambah dengan larutan EDTA agar darah tidak mudah menggumpal. Pengukuran kadar Hb digunakan pengencer HCl atau akuades, besarnya kadar Hb dapat diukur dengan membandingkan larutan darah yang digunakan dengan larutan yang ada pada Haemometer.
Darah bagi organisme sangat penting, apabila terjadi kekurangan atau kelebihan sel darah maka mengakibatkan tidak normalnya proses fisiologis suatu organisme sehingga menimbulkan suatu penyakit (Pearse, 1989). Fungsi dari sel-sel darah menurut Yuwono (2001) antara lain :
1. Pengangkutan nutrien dari saluran pencernaan ke jaringan, ke dan dari organ-organ penyimpan (misalnya asam laktat dari otot ke hati), memungkinkan spesialisasi metabolik.
2. Pengangkutan produk ekskretori dari jaringan ke organ ekskretori, dari organ tempat sintesis (misalnya urea dalam hati) ke ginjal.
3. Pengangkutan gas (oksigen dan karbondioksida) antara organ respiratori dan jaringan; penyimpanan oksigen.
4. Pengangkutan hormon (misalnya adrenalin [respon cepat], hormon pertumbuhan [respon lambat]).
5. Pengangkutan sel fungsi nonrespiratori (contohnya leukosit vertebrata); darah serangga tidak memiliki fungsi respiratori, tetapi membawa sejumlah tipe sel-sel darah.
6. Pengangkutan panas dari organ-organ yang dibagian dalam ke permukaan untuk menghilangkan panas tersebut (esensil bagi hewan besar yang kecepatan metaboliknya tinggi).
7. Transmisi gaya tekanan (contohnya untuk lokomosi pada cacing tanah; untuk memecah cangkang pada waktu ganti kulit pada Crustaceae; untuk pergerakan organ seperti penis; sifon pada Bivalvia; penjuluran kaki pada laba-laba; untuk ultrafiltrasi dalam kapiler ginjal).
8. Kekebalan dan pertahanan tubuh dari serangan organisme penyebab penyakit dilakukan oleh leukosit.
9. Koagulasi, karakteristik inherent pada berbagai darah dan cairan hemolymph; berfungsi untuk proteksi terhadap kehilangan darah.
10. Pemeliharaan milieu interiur sesuai untuk sel-sel dalam kaitannya dengan pH, ion-ion, nutrien.
Berdasarkan hasil pengamatan, jumlah eritrosit dari sampel darah ikan adalah 27.000 sel/mm3 dan 1.615.000 sel/mm3, pada ayam jumlah eritrositnya adalah 460.000 sel/mm3 dan 675.000 sel/mm3. Jumlah sel eritrosit pada tiap-tiap spesies adalah berbeda satu sama lain (Legler, 1997). Hasil pengamatan yang diperoleh ada yang sesuai dengan pustaka dan ada yang tidak sesuai. Hal ini disebabkan oleh perbedaan umur, ukuran, dan jenis kelamin masing-masing spesies. Ikan yang aktif eritrositnya lebih kecil dari ikan yang tidak aktif, ukuran yang kecil memungkinkan jumlah eritrosit yang lebih banyak (Hadikastowo, 1982).
Jumlah leukosit pada ayam berkisar antara 16.000-40.000 sel/mm3 (Dukes, 1995), sedangkan pada sel darah ikan 20.000-150.000 sel/mm3 (Moyle and Cech, 2001). Menurut Hoffbrand (1987), jumlah leukosit pada mamalia adalah 4-11 ribu sel/mm3. Hasil pengamatan yang diperoleh tidak sesuai dengan pustaka. Hal ini disebabkan karena keterbatasan ketelitian penglihatan dalam menghitung jumlah leukosit dengan menggunakan alat haemocytometer. Besarnya jumlah leukosit selalu dipengaruhi oleh jumlah eritrosit, dimana jumlah leukosit selalu lebih rendah daripada jumlah eritosit (Bevelander dan Judith, 1979). Sebagian hasil pengamatan ternyata tidak sesuai dengan pernyataan tersebut. Hal ini disebabkan fluktuasi dalam jumlah leukosit pada tiap individu cukup besar pada kondisi tertentu, misalnya stress, aktifitas fisiologis, gizi, umur, dan lain-lain (Hadikastowo, 1982).
Jumlah eritrosit dalam darah burung beragam dari satu spesies ke spesies lain dan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu umur, kondisi lingkungan, habitat, iklim, jenis kelamin dan makanan yang dimakan. Jumlah leukosit yang dipengaruhi oleh faktor patologis yang terjadi di dalam tubuh dan akan meningkat bila terjadi infeksi yaitu pada saat sel leukosit diperlukan untuk memfagositosis benda –benda yang masuk ke dalam tubuh. Leukosit melindungi tubuh dengan menimbulkan peradangan di tempat yang terkena infeksi, memfagositosis mikroba, merusak toksin, dan memproduksi antibodi (Mitchell, 1956). Ukuran kecil memungkinkan jumlah eritrosit yang lebih banyak dalam ruangan tertentu. Jumlah eritrosit berhubungan dengan sedikit banyaknya oksigen yang harus diikatnya. Menurut Soetrisno (1989) jumlah leukosit juga dapat dipengaruhi oleh infeksi, kehamilan, keracunan bakteri, dan infeksi oleh virus.
Kadar haemoglobin dalam darah ikan berdasarkan pengukuran sebesar 6,4 g/dl dan 6 g/dl, pada ayam sebesar 3,2 g/dl dan 2,4 g/dl, sedangkan pada kelinci sebesar 4,3 g/dl dan 9,4 g/dl. Kadar haemoglobin ikan sedikit mendekati kadar haemoglobin pada ikan yang ditetapkan oleh Evans (1998), yaitu sebesar 7,9 g/dl. Kadar glukosa pada ikan yang dihitung saat praktikum diperoleh sebesar 204 mg/dl, sedangkan menurut Villee (1988), ambang renal glukosa adalah 150 mg/dl, sehingga angka yang diperoleh telah melebihi ambang renal. Kadar glukosa pada ayam adalah 82 mg/dl, sedangkan pada kelinci sebesar 37 mg/dl dan 43 mg/dl.
Untuk pemeriksaan hematologi tersebut, biasanya dipakai darah vena yang dicampur dengan antikoagulan, agar bahan darah tersebut tidak menggumpal. Antikoagulan yang sering dipakai antara lain garam EDTA seperti tripotassium EDTA (K3EDTA). Beberapa kepustakaan menyebutkan bahwa penggunaan garam EDTA yang berbeda dan atau konsentrasinya yang berbeda dapat menyebabkan perbedaan kuantitas maupun kualitas hasil pemeriksaan. Lamanya penundaan pemeriksaan juga dapat memberikan hasil yang berbeda untuk parameter tertentu (Diana,A.1998).

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Jumlah eritrosit pada ikan Nila dari kelompok 2 adalah 3.650.000 sel/mm3. Sedangkan jumlah leukosit Nila dari kelompok 2 sebesar 10.150 sel/mm3.
2. Faktor yang mempengaruhi jumlah eritrosit dan leukosit yaitu umur, jenis kelamin, spesies, iklim, kondisi lingkungan dan lain-lain.
3. Bentuk eritrosit pada vertebrata kecuali Mamalia adalah oval tidak berinti dan leukosit berinti dan bersifat motil.


DAFTAR REFERENSI

Aulia, diana. 1998. Pengaruh Lamanya Penyimpanan Darah dengan Antikoagulan Tripotassium Ethylene Diamine Tetraacetic Acid (K3Edta )dalam Tabung Vacuette terhadap Beberapa Parameter Hematologi. Perpustakaan pusat UI. Jakarta.

Beverlander, G. A. dan A. R. Judith. 1979. Dasar-dasar Histologi Edisi 8. Erlangga, Jakarta.

Dukes, H. H. 1995. The Phisiology of Domestic Animals. Constock Publishing Associates, New York.
Hadikastowo. 1982. Zoologi Umum. Alumni, Bandung.

Hoffbrand, A. V dan J. E. Pettit. 1987. Haematologi. Penerbit EGC, Jakarta.
Legler, K. F. 1997. The Study of Fishes. The University of Michigan Ann Arbor, Michigan.
Mitchell, P. H. 1956. General Physiology. Mc Graw Hill Book Co, New York.

Moyle, P. B and J. J. Cech. 2001. Fisher and Introduction to Ichtyology 4th. Prentice, Inc. London.
Oslon, C. 1973. Aulan Hematology in Riester HE and LH Schwarte. The Lowa State University Press, USA.
Pearse, E. C. 1989. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Gramedia, Jakarta.
Soetrisno, 1989. Diktat Fisiologi Ternak. Fakultas Peternakan UNSOED, Purwokerto.

Ville, C. A, Walker, W, and Barnes, R. D. 1988. Zoologi Umum Edisi 6. Penerbit Erlangga, jakarta.

Yuwono, E. 2001. Buku Ajar Fisiologi Hewan I. Fakultas Biologi UNSOED, Purwokerto

Tidak ada komentar:

Posting Komentar